Rabu, 27 April 2011

Perpajakan
 Dasar Hukum Pajak
Dasar hukum pajak adalah kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.Tahun pajak
Tahun pajak adalah jangka waktu 1 tahun takwim (mulai 1 Januari sampai 31 Desember) kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
Contoh:
a. Pembukuan 1 Juli 2002 sampai dengan 30 Juni 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2002.
b. Pembukuan 1 Oktober 2002 sampai dengan 30 September 2003, tahun pajaknya adalah tahun 2003.
 Nomor Pokok Wajib Pajak
Nomor pokok wajib pajak biasa disingkat dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak (WP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Fungsi NPWP
 Sarana dalam administrasi perpajakan.
 Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
 Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
 Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Pengukuhan pengusaha kena pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan undang- undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Tata cara pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara umum sama dengan tata cara pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ini seperti tata cara pendaftaran NPWP yang sudah kita bahas pada edisi sebelumnya, diatur dalam ketentuan yang sama.
Pengusaha bisa memilih mengajukan permohonan pengukuhan PKP bersamaan dengan pendaftaran NPWP. Di sisi lain, pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP. Sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP).
 Surat Pemberitahuan Kena Pajak
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak terhutang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan.
Fungsi SPT:
 Sebagai sarana untuk melaporkan, melaksanakan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya.
 Laporan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam waktu satu tahun pajak.
 Surat Setoran Pajak (SSP) dan Pembayaran Pajak
Surat setoran pajak (SSP) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran pajak yang terhutang dan/atau untuk melaporkan ke Direktorat Jendral Pajak.
Fungsi SSP:
 Sebagai sarana membayar.
 Sebagai bukti dan pelaporan pembayaran pajak.
Batas Waktu Pembayaran Pajak
a. Pembayaran Massa
b. Pembayaran kekurangan pajak (UU PPh 1989 pasal 29) selambat-lambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak sebelum SPT tahunan disampaikan.
c. Pembayaran ketetapan pajak selambat-lambatnya 1 bulan setelah dikeluarkan ketetapan pajak yang bersangkutan.
Penundaan Pembayaran Pajak
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur dan menunda pembayaran pajak.
 Surat Ketetapan pajak
Surat ketetapan pajak adalah surat keterangan berupa SKPKB, SKPKBT, SKPLB, dan SKPN dalam perpajakan.

Fungsi dari SKP ini adalah :
 Sebagai alat menagih pajak .
 Sebagai sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
 Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terhutang.
 Daluwarsa Penagihan Pajak
Daluwarsa pengihan pajak dapat melampaui 10 tahun apabila:
 Diterbitkan surat teguran
 Ada pengakuan utang dari wajib pajak
 Dilakukan pembayaran utang pajak itu.
 Diajukan permohonan penundaan pembayaran.
 Diadakan pengangsuran pembayaran.
 Terdapat surat ketetapan pajak kurang bayar.
 Kewajiban dan hak wajib pajak
 Kewajiban wajib pajak :
 mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
 Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai KPK
 Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar
 Mengisi dengan benar SPT dan memasukan ke kantor pelayanan pajak dalam waktu yang ditentukan.

Hak-hak wajib pajak;
 Mengajukan surat keberatan dan surat banding
 Menerima tanda bukti pemasukkan SPT
 Mengajukan permohonan penundaan pemasukkan SPT
 Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak
 Mengajukan permohonan penghitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak
 Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak
 Sanksi perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) telah dituruti/ditaati/dipatuhi.
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan wajib pajak ,sepanjang menyangkut pelanggaran ketentuan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi, sedangkan yang menyangkut pelanggaran yang menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dikenakan sanksi pidana.

Sanksi administrasi
Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan.

Sanksi pidana
Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan negara agar norma perpajakan dipatuhi.

Ketentuan sanksi pidana, ada 3 macam:
Denda pidana
Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran ataupun kejahatan.

Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran.

Pidana penjara
Seperti halnya pada pidana kurungan, pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan


DASAR HUKUM PERPAJAKAN DI INDONESIA
Dasar hukum perpajakan di Indonesia adalah sebagai berikut:
 UU No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
 UU No. 11 Tahun1995 tentang cukai
 UU No. 19 Tahun 1996 tentang penagihan dengan surat paksa
 KMK No. 21 /KMK.01/1999 tanggal 15 januari 1999 tentang perubahan KMK no. 147/KMK.04/1998 tentang penunjukan pejabat untuk penagihan pajak pusat, tata cara dan jadwal waktu pelaksanaan penagihan pajak.
 KMK No. 22/KMK. 01/1999 tanggal 15 januari 1999 tentang perubahan KMK No.234/KMK.05/1996 tentang tata cara penagihan piutang Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi, dan Pajak dalam rangka impor
 PP.No. 3 tahun 1998 tentang tata cara penyitaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa
 PP No.4 tahun 1994tentang tata cara penjualan barang sitaan yang dikecualikan dari penjualan secara lelang dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa
 PP. No 5 tahun 1998 tentang penyanderaan dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa

Penjelasan :

a. Pejabat adalah pejabat yang berwenang:
b. Juru sita pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa,penyitaan, dan penyanderaan.
c. Penagihan pajak seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jennis pajak, massa pajak dan tahun pajak.
d. Penyitaan adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan Perundang- undangan yang berlaku.
e. Lelang adalah setipa penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
f. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan Perundangan yang berlaku.
g. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
h. Gugatan atau sanggahan adalah upaya hukum terhadap pelaksana penagihan pajak atau kepemilikan barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
i. Penanggung dapat mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian kepada pejabat terhadap surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, surat perintah penagihan seketika yang sekaligus, surat paksa, surat perintah melaksanakan.

 Surat paksa sekurang-kurangnya memuat:
o Nama wajib pajak atau nama dan penanggung pajak
o Besarnya uang pajak
o Perintah untuk membayar
 Surat paksa diterbitkan apabila:
o Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.
o Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
o Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan angsuran atau penundaan pembayaran pajak
 Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada Hakim Komisaris atau Balai Harta Peninggalandan dalam hal wajib pajak dinyatakan bubar ataudalam likuidasi, surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator
 Dalam hal penanggung pajak menolak untuk menerima surat paksa, jurusita pajak meninggalkan surat paksa dimaksud dan mencatatnya dalam berita acara bahwa penanggung pajak tidak mau menerima surat paksadan surat paksa dianggap telah diberitahukan
 Pelaksanaan surat paksa tidak dapat dilanjutkandengan penyitaan sebelum lewat waktu 2x24 jam setelah surat paksa diberitahukan
 PENYITAAN
Tujuan penyitaan adalah memperoleh uang jaminan pelunasan utang pajak dari penanggung pajak, oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang penanggung pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan penanggung pajak atau ditempat lain sekalipun penguasaannya berada di tangan pihak lain
 PEJABAT DAN JURUSITA PAJAK

Pejabat adalah yang berwenang:
o Mengangkat memberhentikan jurusita pajak
o Menerbitkan:
o Surat perintah melaksanakan penyitaan
o Surat perintah penyanderaan
o Surat penyabutan sita
o Pengumuman lelang
o Pembatalan lelang
o Surat lain yang diperlukan untuk pelaksanaan penagihan
PENCEGAHAN DAN PENYANDERAAN
o Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung yang mempunyai jumlah utang pajaksekurang- kurangnya sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak
o Keputusan pencegahan yang terbitkan oleh menteri atas permintaan pejabat atau atasan pejabat yang bersangkutan memuat sekurang-kurangnya:
o Identitas penanggung pajak yang kenakan pencegahan
o Alasan untuk melakukan pencegahan
o Jangka waktu pencegahan
Jangka waktu pencegahan hanya dapat paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 bulan.

Pencegahan terhadap penanggung pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya penagihan pajak
PENYANDERAAN
Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak setelah melewati jangks waktu 14 hari terhitung sejak tanggal surat penagihan diberikan kepada piutang pajak.
Keputusan penyanderaan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang setelah mendapat izin tertulis dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tngkat 1 memuat sekurang-kurangnya:
o Identitas penanggung pajak
Apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak setelah 14 hari kerja sejak penyitaan barang yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang, apabila pejabat segera menjual, menggunakan dan atau memindah bukukan barang sitaan untuk pelunasan biaya pajak dan utang pajak.

Pembayaran untuk biaya penagihan pajak dan utang pajak untuk barang yang disita sebagaimana tersebut di atas dilakukan dengan cara:
o Uang tunai disetor ke kas negara atau kas daerah
o Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro
Selengkapnya...

Rabu, 20 April 2011

Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB - Penjelasan, Arti Definisi, Pembayaran, Sanksi, Perhitungan, Dsb

A. Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB. BPHTB atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan. Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunanDPP / Dasar pengenaan Pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Bajak atau disingkat menjadi NPOP. NPOP dapat berbentuk harga transaksi dan nilai pasar. Jika nilai NPOP tidak diketahui atau lebih kecil dari NJOP PBB, maka NJOP PBB dapat dipakai sebagai dasar pengenaan pajak BPHTB.
BPHTB yaitu merupakan pajak yang harus dibayar akibat perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.
B. Saat Pembayaran BPHTB
BPHTB harus dibayar apabila melakukan salah satu hal berikut di bawah ini :
a. Akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT atau Notaris.
b. Risalah lelang untuk pembelian telah ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang yang berwenang.
c. Dilakukannya pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya dalam hal pemberian hak baru atau pemindahan hak karena pelaksanaan putusan hakim dan hibah wasiat.
Intinya adalah terjadi pemindahan hak karena jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, warisan / waris dan pemberian hak baru karena adanya kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak. Sedangkan bentuk pengalihan yang tidak kena BPHTB adalah seperti pengalihan atau perubahan hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama, wakaf atau digunakan untuk kepentingan ibadah.
C. Menentukan Besarnya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
a. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
b. Nilai perolehan objek pajak atau NPOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 (tiga puluh juta rupiah) yang sewaktu-waktu besarnya dapat dirubah oleh peraturan pemerintah. Sedangkan khusus untuk perolehan karena hak waris dalam satu dahar, sedarah atau keturunan garis lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberian hibah termasuk istri atau suami NJOPTKP atau Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak adalah sebesar Rp. 300.000.000.
c. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah nilai perolehan objek pajak (NPOP) dikurangi dengan nilai perolehan onjek pajak tidak kena pajak.
d. Besar pajak terutang BPHTB adalah didapat dengan cara mengalikan tarif pajak dengan nilai perolehan onjek pajak kena pajak (NPOPKP).
D. Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
Wajib pajak membayar pajak BPHTB yang terutang tidak didasarkan pada surat ketetapan pajak atau SKP, melainkan dengan cara menghitung dan membayar sendiri pajak terutang dengan mengisi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan atau disingkat SSB.
Pajak yang terutang dapat dibayar di Bank pemerintah, Bank DKI dan juga Kantor Pos di wilayah Kotamadya yang meliputi letak tanah dan atau bangunan dengan SSB. Tempat terutang pajak adalah di wilayah kabupaten, kota atau propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.
SSB dapat diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan / KP PBB / KPBB yang adal di wilayah DKI Jakarta, PPAT, Notaris, Kantor Lelang dan Kantor Pertanahan serta Kantor Bank Pemerintah, Bank DKI dan Kantor Pos. Pembayaran BPHTB dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak / SKP.
SKP atau Surat Ketetapan Pajak adalah dokumen yang menjelaskan jumlah pajak yang kurang atau lebih bayar yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah adanya pemeriksaan. SKP BPHTB disingkat menjadi SKB (Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan). SKB dapat dikeluarkan dalam jangka lima tahun semenjak saat terutang BPHTB. SKB dapat berupa SKBKB untuk yang kurang bayar, SKBLB untuk yang lebih bayar dan SKBN untuk yang nihil atau nol bayar.
E. Sanksi Tidak Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan / BPHTB
Apabila WP diketahui kurang bayar BPHTB maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB (SKBKB) beserta denda sebesar 2% perbulan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan dihitung mulai saat terhutang pajak sampai diterbitkan SKBKB. Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB kurang Bayar (SKBKBT) jika ditemukan data baru atau data yang sebelumnya tidak terungkap yang mengakibatkan menambahnya jumlah pajak terutang setelah SKBKB terbit, maka dapat dikenakan denda sanksi administrasi sebesar 100% dari kekurangan pajak tersebut kecuali WP melaporkan sendiri sebelum adanya tindakan pemeriksaan

Selengkapnya...